INILAHCOM, Jakarta - Seni mewarnai bisa dijadikan sebagai terapi memiliki kelebihannya tersendiri.Seperti apa?
Sebenarnya penggunaan seni sebagai media terapi sudah mulai berkembang sejak tahun 1930-an di mancanegara. Penggunaannya cukup sering tampil pada penanganan kasus trauma.
"Seseorang yang pernah mengalami peristiwa traumatik sering kali merasa terguncang jiwanya bahkan jauh setelah peristiwa buruk berlalu," kata pendiri Rumah Amalia, Muhammad Agus Syafii, Jakarta, baru-baru ini.
Masih menurutnya, pada kasus trauma, sering kali sangat sulit untuk menceritakan rincian pengalaman traumatiknya.
Ketika bercerita, seseorang menjadi mengingat kembali pengalamannya, dan merasakan seolah pengalaman itu terulang kembali.
Penghindaran atau rasa ingin cepat-cepat kabur dari sesi terapi sering terjadi karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan dirinya. Rasa ngeri, takut, cemas bercampur aduk sehingga menghambat proses terapi.
"Saat terapi dengan media seni mewarnai sedang berlangsung, seseorang diminta untuk menuangkan pikiran, ingatan, emosi, dan apapun yang sedang dirasakannya ke dalam sebuah terapi seni mewarnai (umumnya melibatkan perlengkapan seperti kertas sebagai alas, cat, pensil warna, krayon sebagai alat gambar)," tambahnya.
Pada saat anak berproses membuat sebuah terapi seni mewarnai dengan penuh kebebasan berekspresi dan juga bebas dari penilaian bagus atau jeleknya karya itu, maka pada saat itulah ia sedang merefleksikan dirinya.
"Keseruan menggunakan seni mewarnai dalam proses terapi sesungguhkan merupakan senjata ampuh ketika terapis berhadapan dengan anak-anak, namun seiring berjalannya waktu, ternyata bukan hanya anak yang menikmati seni mewarnai sebagai media terapi, tetapi orang dewasa juga merasakan manfaatnya," paparnya. (tka)
Read more...
0 Response to "Mewarnai jadi Media Terapi Pulihkan Trauma"
Posting Komentar