INILAHCOM, Jakarta - Bentuk eksploitasi anak sangat beragam. Apakah menjadikan anak selebgram salah satu bentuk eksploitasi?
Orang tua biasanya memanfaatkan foto atau video yang menampilkan tingkah menggemaskan anak untuk meningkatkan jumlah pengikut (followers). Setelah memiliki banyak pengikut (followers), selebgram biasanya akan menerima banyak tawaran endorsement.
Dari situlah, pundi-pundi rupiah diperoleh selebgram anak. Saat jumlah pengikut akun Instagram anak sudah banyak dan mencuri perhatian banyak orang, peluang anak menjadi endorser pun semakin tinggi. Anak yang menjadi selebgram tentu harus menjalankan kewajiban untuk melakukan permintaan endorsement.
Lalu, apakah menjadikan anak sebagai selebgram bisa dikatakan sebagai eksploitasi?
Menurut Psikolog Anak Theresia Michelle A., M.Psi, menjadikan anak sebagai selebgram tidak bisa langsung dinilai sebagai eksploitasi, perlu dilihat kasus per kasus, dan membutuhkan telaah yang lebih jauh.
“Jika orang tua yang seharusnya memberikan perlindungan bagi anak, ternyata menunjukkan sikap memaksa agar anak melakukan aktivitas yang berhubungan dengan selebgram dan memanfaatkan keuntungan anak, maka bisa berpotensi sebagai eksploitasi,” jelas Michelle, seperti siaran pers yang dikutip dari Teman Bumil, Jakarta, Selasa, (03/12/2019).
Lebih jauh, Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, M.Si mengungkapkan, penjelasan mengenai eksploitasi pada anak bisa dilihat dari berbagai aturan perundang-undangan, seperti UU Perlindungan Anak, UU Ketenagakerjaan, dan Konvensi ILO.
“Dalam konteks anak-anak sebagai selebgram dan kaitannya dengan meng-endorse produk, hal ini diatur dalam Kepmenakertrans RI No. 115 Tahun 2004 tentang perlindungan bagi anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat,” ungkap Ai.
Ai menambahkan, kalau menghasilkan uang dengan cara-cara yang melanggar perlindungan anak, bahkan orang tua hingga memaksa anak, anak merasa tidak nyaman, muncul keterpaksaan, dan tidak ada kesukarelaan dari anak, maka jelas orang tua telah melakukan pelanggaran dan bisa berpotensi sebagai eksploitasi.
“Prinsip pelanggaran hak anak dan eksploitasi memang erat kaitannya. Namun, selebgram anak tidak dapat serta-merta dikatakan sebagai eksploitasi, butuh verifikasi data-data faktual atau alat bukti pendukung. Kalau ada unsur yang berpotensi mendekatkan anak pada eksploitasi, seperti keterpaksaan, pengekangan, apalagi pelanggaran hak anak, maka silakan melakukan pengaduan ke KPAI,” jelas Ai.
Jika memang ada ruang yang mendekatkan anak dengan eksploitasi, Ai mengungkapkan bahwa KPAI sudah bekerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kekominfo) untuk mendeteksi dan menelaah lebih jauh hal tersebut.
KPAI juga akan memberikan perlindungan bagi selebgram anak jika memang ada indikasi atau unsur yang berpotensi terhadap eksploitasi. “Pada anak, rehabilitasi sangat dimungkikan, baik bersifat konseling dengan psikolog atau pendampingan psikologis,” ujar Ai.
Namun, jika anak merasa nyaman tampil sebagai selebgram atau merasa tidak terpaksa dan terkekang untuk melakukan endorsement, serta orang tua pun memperhatikan kebutuhan, hak-hak dasar, dan perlindungan anak, maka tidak bisa dikatakan bahwa menjadikan anak sebagai selebgram adalah bentuk eksploitasi.(tka)
Read more...
0 Response to "Menjadikan Selebgram Anak Berpotensi Eksploitasi?"
Posting Komentar